AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja?

AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja? - Hallo sahabat Muki Mukidi, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita Berita, Artikel Berita dini hari, Artikel Berita hangat, Artikel Berita harga, Artikel Berita hari ini, Artikel Berita islam, Artikel Berita jalanan, Artikel Berita kemarin, Artikel Berita malam ini, Artikel Berita politik, Artikel Berita terbaru, Artikel Berita war, Artikel ini Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja?
link : AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja?

Baca juga


AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja?

AHY Kalah dan Doa Yang Tak Terdengar; Tuhan Kemana Aja?

Penulis : Yulian

Memprihatinkan. Itu mungkin kata yang paling tepat mengambarkan nasib Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY saat ini setelah gelaran pilkada DKI Jakarta jilid satu. AHY kalah telak dikompetisi pilkada DKI Jakarta 2017. Perolehan suaranya hanya 16,32% yang menempatkannya pada urutan ketiga. Jauh di bawah angka Anis yang menempati posisi kedua. Dan apalagi dengan suara Ahok yang menempati posisi pertama.

Prihatin. Kata yang kerap dipakai oleh sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono, untuk mengambarkan keadaan yang menurutnya kurang baik itu kini terpakai untuk mengambarkan keadaan AHY yang juga sedang kurang baik. Bahkan sangat tidak baik.

Ah, ironiskan. Kata yang dipopulerkan sang ayah itu kini seolah merepresentasikan nasib AHY. Ya, nasib AHY kini memang memprihatinkan. Setelah kalah dalam perolehan suara yang membuatnya harus tersingkir dalam perebutan kursi gubernur DKI Jakarta, kini AHY resmi pula pengangguran.

Yap, AHY kini pengangguran murni. Kalau kemarin setelah resign dari TNI AHY masih “ada kerjaan” kampanye. Sekarang tidak lagi. AHY sekarang tidak punya pekerjaan resmi. Dan sekarang ia bisa bangun tidur pagi lebih siang, santai, dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan istri dan anaknya. Such a wonderful life, right, gus?

AHY sempat membuat Ahok dan Anis spot jantung. Bagaimana tidak, hasil survei sempat menempatkan AHY di urutan puncak dari dua calon gubernur tersebut. AHY bahkan punya strategi brilian dengan membuat masyarakat DKI Jakarta bertanya-tanya kenapa AHY tidak mau ikut debat ketika diundang oleh stasiun tv nasional. Alasannya itu bukan debat resmi dan ia ingin membuat kejutan ketika nanti tampil di debat resmi yang diselenggarakan KPU.

Dan ternyata itu strategi yang keliru. Dalam debat resmi yang diselenggarakan oleh KPU, pada debat jilid pertama, AHY babak belur. Ia lebih terlihat sebagai mahasiswa tingkat satu yang sedang presentasi materi kuliah dari pada terlihat sebagai anggota debat. Grogi dan hafalan. Khas sekali seperti mahasiswa semester awal yang belum punya pengalaman presentasi yang baik.

Demikian pula debat jilid dua. Tidak ada perkembangan signifikan dari sisi performa. Gak usah ngomongin program deh. Kagak jelas. Saya juga sampai saat ini binggung apa program AHY yang real dan masuk akal.

Dalam debat jilid tiga performa AHY terlihat lebih baik. Ada perkembangan. Tetapi tetap saja, program AHY tidak dapat terkomunikasi dengan baik kepada masyarakat DKI Jakarta. Masyarakat sulit mendapatkan feel dari program AHY. Tawaran BLS pun tidak mendapat respon yang signifikan dari masyarakat. Karena masyarakat tahu bahwa itu program yang sudah pernah ditawarkan sang mantan dan program itu gagal. Program itu tidak mengangkat masyarakat dari kubangan kemiskinan. Yang ada malah tetap miskin. Okelah, terlaluuuuuu (gaya bang haji Rhoma Irama) kalau bilang BLT sang mantan tidak membantu masyarakat. Pasti terbantu. Terbantu untuk beli rokok..haha…

Dan memang, strategi tidak mau datang ketika diundang debat di stasiun tv merupakan strategi yang salah. Seharusnya AHY datang dan belajar. Paling tidak dua atau tiga kali “latihan” debat di stasiun tv membuat persiapan debat resmi akan semakin matang. Karena bagaimanapun masyarakat lebih memperhatikan dan memperhitungkan debat resmi yang diselenggarakan KPU sebagai panduan memilih jagoan mereka di TPS. Dan sekali lagi memang terbukti. Hasil dari performa AHY yang berantakan di tiga kali debat resmi KPU harus dibayar mahal dengan tereliminasi di putaran pertama gelaran pilkada DKI Jakarata.

Selain alasan-alasan di atas, kita juga bisa bilang kalau doa khusuk AHY yang memohon agar menang di pilkada DKI Jakarata, sebelum pencoblosan tanggal 15 februari 2017 kemarin tidak dikabulkan Tuhan. Hasil doanya itu malah menempatkan AHY diurutan buncit dengan perolehan suara hanya 16,32%. Padahal ia didukung oleh 4 partai pengusung. Harusnya perolehan suara AHY bisa 20% lebih.

Tidak cukup hanya doa khusuk dan zikir di Istiqlal dalam aksi 112, sebelum tanggal pencoblosan AHY bahkan sempat melaksanakan ibadah umroh dengan para ustad pilihan. Fasilitas umrohnya pun kelas satu. Tujuan dari ibadah umroh ini tentu agar doanya di tanah suci lebih cepat sampai kepada Tuhan. Istilahnya doa paket kilat. Dan mau menunjukan kepada masyarakat bahwa ia didukung oleh para ustad.

Lalu apa hasil dari doa-doa khusuk AHY itu? Tidak ada hasilnya. Atau bisa dibilang doa AHY dan doa peserta aksi 112 di Istiqlal, dan doa AHY dan para Ustad di tanah suci dicuekin Tuhan. Tuhan tidak mengabulkan doa AHY dengan tidak memenangkannya di putaran pertama pilkada DKI Jakarta 2017.

Dari kekalahan ini mungkin Tuhan mau bilang kalau AHY harusnya mulai dari level dasar, yaitu pemilihan tingkat RT, baru kepala desa, camat, bupati atau wali kota, baru gubernur. Bukan langsung ujug-ujug calon gubernur. Ada satu ayat di kitab suci saya yang kurang lebih berbunyi demikian: “barang siapa setia kepada perkara-perkara kecil, maka ia setia juga kepada perkara-perkara besar.” Mudah diartikan ya. Oya, boleh diartikan siapa saja kok. Itu artinya lebih umum.

Selain itu AHY juga diantar menjadi calon gubernur oleh sang ayah yang sedari awal disinyalir punya agenda tersembunyi. Sang ayah hanya ingin Jakarta sebagai batu loncatan untuk AHY menjadi R1 dan meneruskan hegemoni sang ayah pada Indonesia. Tidak ada yang salah memang soal itu. Tetapi caranya saja yang salah karena ditempuh dengan cara  yang tidak baik.

Sang ayah telah dicurigai sejak awal telah memberi mahar yang cukup besar kepada pimpinan partai pengusung agar mau mengusung AHY. Selain itu juga “menggunakan” massa Islam dengan dalih membela Islam untuk kepentingan politiknya guna meraup suara massa. Bukan orang sembarangan yang mencurigai hal ini, melainkan orang yang pernah menjadi petinggi di partai bentukan sang ayah, Anas Urbaningrum.

Ya, tingkah polah sang ayah memang cukup terlihat licik. Ujug-ujug pula terlihat sebagai pembela islam, terutama dengan mengatakan bahwa di Indonesia tidak boleh ada islamphobia. Padahal selama ini tindak-tanduk sang mantan tidak pernah ada dijalar keislaman. Seperti Anas yang memang lahir dari organisasi Islam.

“Kecuekan” Tuhan pada doa AHY juga membuktikan kalau jualan agama dalam gelaran pilkada sudah tidak laku. Dan Tuhan tidak suka namanya dicatut dalam degelan pilkada DKI Jakarta. Ini sekaligus pula peringatan untuk mahluk berTuhan di DKI Jakarta. Jangan bawa-bawa nama Tuhan dalam pilkada. Tuhan tidak suka berpolitik. Dan Tuhan tidak punya media sosial. Itulah sebabnya doa sang mantan tidak pernah dibalas dan dijawab oleh Tuhan. Haha…

Pak mantan, lain kali jangan berdoa di twiter. Tidak etis. Selain itu Tuhan tidak punya twiter. Jadi bisa dipastikan kalau doamu tidak akan dijawab Tuhan. Dan yang pasti Tuhan bukan pelayanmu yang bisa anda minta ini dan itu. Kalau mau terlihat soleh dan berserah pada Tuhan YME, berdoalah lebih sering di Masjid. Dan bertingkahlakulah sebagai orang yang berTuhan. Tidak menzolimi orang lain, tidak mudah mengeluh, tidak bersikap pesimis, tidak bersikap seperti anak kecil. Dewasalah seperti barisan para mantan yang negarawan. Kalau anda juga ingin dijuluki sebagai negarawan.

Jadi jangan tanya Tuhan kemana aja, kok tidak menjawab doaku di twiter dan doa-doa anakku di Istiqlal dan di tanah suci? Eitt, jangan pula tanya saya, saya tidak tahu kemana saja Tuhan ini kok AHY sampai kalah dalam pertarungan piklada DKI. Tuhan ada dimana-mana. Dan kata orang suci sih, Tuhan juga ada di hati kita. Tuhan bisa ditemui dengan hati yang bersih. Dan Tuhan memberi bukan apa yang kita inginkan, tapi apa yang kita butuhkan. Dan ukuran kebutuhan itu bukan ukuran manusia. Tetapi ukuran-Nya. Karena dia Tuhan, bukan pelayan.

Selengkapnya :
http://ift.tt/2lPl93w


Demikianlah Artikel AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja?

Sekianlah artikel AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel AHY Kalah Telak dan Doa Yang Tak Terkabul, Tuhan Kemana Aja? dengan alamat link https://mukimukidi.blogspot.com/2017/02/ahy-kalah-telak-dan-doa-yang-tak.html